Bayangkan Anda berada di sebuah negara yang sebentar lagi akan mengadakan pemilihan wakil rakyat.
Ada beberapa partai yang berdiri di sana: Partai A, B, C, dan D.
Partai terbesar adalah partai A, dan saingan terberatnya adalah partai B.
Sedangkan partai C, dan D, nyaris tidak memiliki pemilih.
Sekarang Anda adalah ketua partai A dan Anda tahu bahwa saingan terbesar Anda adalah partai B.
Suatu hari, teman Anda yang bekerja di surat kabar nasional mencari Anda.
Dia bilang dia memiliki 2 berita yang bisa menghancurkan nama baik partai A.
Berita pertama, ada seorang petinggi partai B yang memasang iklan menjelek-jelekkan partai Anda.
Petinggi partai B tersebut menulis kalau partai Anda jahat, menipu rakyat, koruptor semua, dsb.
Sedangkan berita kedua isinya adalah, Polisi menangkap basah salah satu petinggi partai A sedang menerima uang korupsi.
Sebagai teman yang baik, teman Anda yang bekerja di koran menawarkan bantuannya. “Saya bisa membujuk editor agar tidak menulis salah satu dari 2 berita tersebut, tetapi hanya satu, dan yang satu itu bakal muncul di halaman depan.”
Sekarang Anda sebagai ketua partai A, apa yang Anda lakukan?
Apakah anda akan membiarkan berita kalau petinggi partai A korupsi di halaman depan, sedangkan berita kalau petinggi partai B menghina partai Anda tidak muncul?
Atau sebaliknya?
Saya yakin hampir semua orang akan memilih sebaliknya.
Lebih baik membiarkan berita kalau petinggi partai B menghina partai Anda, daripada semua orang tahu kalau petinggi partai Anda ketangkap basah menerima suap.
Kalau begitu siapa yang lebih mencemarkan nama baik partai Anda?
Apakah petinggi partai saingan yang menghina partai Anda?
Atau justru petinggi partai Anda yang ketahuan korupsi?
——————————–
Sekarang bayangkan kalau Anda adalah kader partai A, bukan ketuanya.
Suatu hari Anda melihat kalau ada orang tak dikenal mengenakan atribut partai B sedang berorasi menjelek-jelekkan partai Anda.
Sedangkan di seberang lapangan anda melihat orang tak dikenal mengenakan atribut partai Anda, dan sedang memukuli pejalan kaki, sambil berteriak-teriak, “Partai A adalah partai yang benar, Anda harus pilih partai A, kalau tidak saya bunuh”.
Di sebelah Anda ada seorang polisi yang sanggup menghentikan salah satu dari kedua orang tersebut.
Sekali lagi saya tanya, Anda sebagai kader partai A akan meminta tolong polisi untuk menghentikan siapa?
Apakah orang yang mengenakan atribut partai B dan menghina partai Anda?
Atau menghentikan orang yang mengenakan atribut lengkap partai Anda dan memukuli para pejalan kaki sambil mengancam mereka untuk memilih partai Anda?
Saya yakin hampir semua orang akan memilih menghentikan orang yang kedua.
Tetapi kenapa?
Bukankah justru orang kedua memuji partai Anda?
Aedangkan orang pertama justru menjelek-jelekkan partai Anda?
Lalu siapakah yang sebenarnya merusak nama partai Anda?
Si kader partai B, atau kader partai A?
Bayangkan jika Anda memutuskan untuk meminta tolong polisi menangkap orang yang mengenakan atribut partai B dan menjelek-jelekkan partai Anda, bahkan orang tersebut dikenakan tuduhan penistaan partai.
Lalu Anda mendengar orang bergosip “Ternyata partai A jahat, suka mengancam orang buat memilih mereka”.
Apakah Anda punya muka untuk mengatakan kalau orang kedua cuman “Oknum”?
Kalau memang orang kedua cuman “Oknum” kenapa Anda justru menuduh orang pertama menistakan partai Anda dan bukannya menuduh orang kedua?
——————————–
Dari kedua analogi di atas, saya rasa tidak perlu dijelaskan panjang lebar siapa sebenarnya yang lebih menistakan agama Anda.
Silakan Anda menilai sendiri, apakah betul pemuka agama saingan yang menjelek-jelekkan agama Anda.
Atau justru orang yang mengenakan atribut lengkap agama Anda, memuji agama Anda, tapi kelakuannya justru memalukan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...