“Kalo Tuhan itu yang ciptain manusia, terus siapa yang ciptain Tuhan?”
Kebanyakan dari kita punya pertanyaan ini saat kecil. Tapi kebanyakan dari kita juga, tumbuh dengan melupakan bahwa kita dulu pernah seskeptis itu, terhadap Tuhan, dan terhadap hal lain di dunia.
Saya bukan perkecualian. Waktu kecil saya sering menanyakan hal-hal seperti itu. Dalam liturgi Katolik misalnya, hampir setiap doa diakhiri dengan “Sekarang dan selama-lamanya”. Ketika saya menanyakan, “Selama-lamanya itu sampai kapan sih?”, bukan jawaban yang saya dapat, tapi celotehan yang intinya mewajibkan saya untuk percaya saja tanpa banyak tanya. “Sudahlah, percaya saja, nanti dosa lho”. Saya yakin, kebanyakan dari kita punya momen-momen ini di masa kecil. Beberapa lebih beruntung daripada saya, tapi tidak jarang juga yang mendapatkan respon lebih buruk seperti ancaman neraka ataupun amarah orang tua.
Jawaban-jawaban yang tidak memuaskan ini membuat saya tumbuh jadi seorang yang selalu ragu akan hal yang kita sebut “iman”. Waktu SD-SMP saya bisa dibilang cukup relijius. Bukan secara iman, tapi secara perbuatan. Indoktrinasi dan tekanan sosial -mau tidak mau- cukup membuat saya mempunyai mindset “I want to believe”. Saya aktif di kegiatan gereja, jadi putra altar dan organis gereja misalnya. Saya tidak pernah 100% percaya, bahkan 80%pun tidak. Tapi Saya ingin mempunyai iman seperti teman-teman dan keluarga saya, yang sepertinya tidak banyak pusing bisa berdevosi dan benar-benar yakin dengan kebenaran Alkitab dan Tuhan. Konyol ya? Mungkin, tapi saya menyebutnya peer pressure.
Beruntung saya memilih untuk melanjutkan sekolah di sebuah SMU Kolese yang didirikan oleh para Jesuit dalam Serikat Yesus. Serikat Yesus (Societas Iesu) adalah salah satu ordo Katolik yang berkarya di pendidikan, baik secara intelektual maupun sosial. Semangat ini tercermin dari para pemimpin dan pengajar. Romo-romo, frater, dan guru tidak pernah bawa-bawa “Jesus this” dan “Jesus that”. Tekanan untuk menjadi relijius jauh berkurang. Di sini Saya mendapatkan jawaban-jawaban memuaskan tentang alam. Di sini Saya belajar bahwa kehidupan sosial jauh lebih penting daripada mematuhi dogma yang tidak berhubungan dengan kemanusiaan.
Hal penting yang Saya dapatkan dari ketidak relijiusan adalah kontemplasi. Saya punya jarak antara diri saya dengan apa yang saya percayai untuk bisa menanyakan kembali hal-hal yang fundamental, bahkan mengritik kepercayaan saya sendiri. Bagaimana bila agama saya salah? Bagaimana bila agama lain yang benar? Apakah bila saya lahir di keluarga Islam atau Buddha saya akan tetap menjadi Katolik? Banyak pertanyaan-pertanyaan yang bisa kita renungkan kembali saat kita tidak lagi relijius.
Saya pergi dari kampung halaman untuk berkuliah di Jakarta. Di sini saya bertemu dengan orang yang jauh lebih heterogen, tinggal sendiri (kos), dan yang paling penting: punya akses Internet (dengan I kapital). Hal-hal ini membuat saya jadi lebih open. Internet terutama. Di Internet saya bertemu dengan jauh lebih banyak orang dan bisa mendapatkan informasi apapun. Anonimitas Internet membuat pendapat yang dianggap tabu jadi bisa terdengar. Ide-ide tabu inilah yang membuat saya makin penasaran dengan pemikiran-pemikiran yang belum pernah saya dengar sebelumnya.
Di satu sisi, saya seperti tertohok. Ga sakit di mana-mana sih, cuma gondok aja. Iman saya yang memang tadinya tidak seberapa itu, goyah. Di sisi lain, ini menyenangkan. Pertanyaan-pertanyaan yang tadinya dijawab dengan fallacious oleh para relijius jadi bisa dijelaskan dengan baik oleh ide-ide baru ini. Everything makes more sense now. Makin lama saya makin yakin bahwa agama itu hanyalah pemikiran usang yang bertujuan baik di jamannya. Saya belum mengenal label di sini. Yang saya tahu, saya sudah tidak lagi memercayai agama, tapi masih cukup percaya bahwa ada sosok Tuhan yang baik di atas sana.
Ini adalah era di mana saya menjadi hipster new-age. Saya tidak tahu istilah itu dulu, tapi bila saya sekarang melihat diri saya waktu itu, ini adalah label yang cukup pantas. Saya jadi lebih spiritual, percaya dengan teori konspirasi agama, bahwa semua agama pada dasarnya baik dan berisikan metafora atau kode-kode tertentu yang menjelaskan the ultimate truth dengan bahasa yang terbatas. Saya tahu kenapa ini terjadi. Saya kekurangan bacaan, saya hanya memilih mana yang menyamankan hati saja. Saya tahu bahwa agama itu dalam prakteknya buruk, tapi masih percaya dengan fairy tale bahwa ada maksud tertentu buat semua ini. Harus ada sesuatu di balik ini.
Tapi ketika dikembalikan dalam otokritik, saya menyadari bahwa itu semua hanyalah keinginan saya. Tuhan itu harus baik. Dunia ini harus ada maksudnya. Harus, harus. Siapa sih yang mengharuskan? Ternyata keinginan saya sendiri. Saya sadar bahwa di saat itu saya menolak untuk melihat dunia apa adanya, the world as it is. Mungkin karena dunia itu kejam. Banyak orang yang mati kelaparan, saya ingin berpikir ada sesuatu yang indah sebagai kompensasi atas penderitaan mereka di dunia. Predasi ada di mana-mana. Saya tidak ingin menerima rusa lucu setiap harinya dibunuh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi singa yang lapar sebagai fakta dunia. Tapi keinginan itu bukan kenyataan.
Berbulan-bulan saya mempelajari bagaimana dunia bekerja sebagaimana adanya. Berbulan-bulan saya menambah pengetahuan mengenai agama dan berdiskusi (dan berdebat) dengan para relijius dan non-relijius. Jawaban-jawaban dari para relijius yang seolah menolak kenyataan itu membuat saya semakin skeptis dengan keberadaan Tuhan yang baik. Saya lambat laun jadi lebih realistis. Saya tidak lagi spiritual-hipster. Saya bisa lebih objektif melihat keburukan-keburukan agama. Saya semakin tidak percaya dengan keberadaan Tuhan walaupun masih ada sedikit keinginan akan adanya Tuhan. Hingga suatu saat usai menonton film Harry Potter, saya berpikir, “Bila saya tidak percaya sama cerita Harry Potter, kenapa saya bisa percaya Voldemort itu ada?”. Jawaban atas pertanyaan inilah yang akhirnya membuat saya jadi ateis. Saya tidak lagi percaya bahwa Tuhan itu ada.
Sekarang sudah hampir sepuluh tahun saya jadi seorang ateis. Everything makes sense now. Saya merasa lebih bahagia. Saya bisa menjalani hidup sesuka hati saya tanpa disuruh-suruh agama. Saya lebih ingin menjalani hidup dengan maksimal karena saya tahu ini adalah hidup saya satu-satunya. Saya melihat dunia lebih apa adanya sekarang. Manusia tidak sempurna, dunia juga tidak sempurna. Mengimajinasikan sosok yang sempurna tidak akan mengubah apapun.
“The world is not perfect, that’s why it’s beautiful” – Roy Mustang
Ada banyak rahasia yg belum terungkap dan terpecahkan di alam semesta ini.
Misalnya: Ada apa sebenarnya di galaxy yg jauhnya berjuta juta tahun dari bumi, Apakah ada kehidupan lain selain bumi, dll.
Akal pemikiran (dalam hal ini ilmu pengetahuan manusia) semakin hari makin berkembang dan mungkin butuh ribuan tahun bahkan ratusan ribu tahun lagi atau bahkan tidak akan mampu menjelaskan rahasia alam semesta yang maha luas.
Sebelum rahasia alam semesta terungkap, manusia bebas berfantasi, menerka nerka, dan mengira ngira.
Jangan menyimpulkan sesuatu yg belum terungkap pasti.
Tuhan bisa jadi ADA, Tuhan juga bisa jadi tidak ADA.
Atau Bisa juga Tuhan tidak seperti yg diterangkan dalam ajaran2 agama manapun di Dunia sekarang ini.
Belum ada yang tau secara pasti.
Saya benar benar setuju dengan anda. 100%
kalu begitu dari mana asalnya materi, ruang, waktu
Orang beragama adalah orang yang beruntung…,jika setelah kematian ternyata tidak ada Tuhan maka orang yang beragama tidak ada ruginya setidaknya dia telah berbuat baik di dunia.tetapi jika setelah kematian ada Tuhan bagi yang tidak beragama…..,anda tau sendiri jawabanya…,
Allah hu akbar…untung sy dpt tanggapan yg genius dr anda…klo gak wahhh bisa kepleset jg nih kaya teman kita2 yg blm dpt hidayah…kita ada karna adanya tuhan dlm jiwa dan raga terlepas dr cara apa, dimana dan bgmn tuhan itu hadir…logiskan
wah gan saya bingung mau terharu ato apalah,tapi inget gan pikiran tuhan gak kayak pikiran kita,tuhan itu maha bijaksana ,terus apa agan merasa bijaksana ?,kita gak bakal ngerti apa isi pikiran tuhan,karna kita bukan tuhan,kalo agan mikir kek gitu mungkin.. ada pertanyaan agan yang terjawab soal agama,maaf gan boleh saya yang masih bocah ini bertanya ?,sementara ini tujuan hidup agan apa ?
Ada seorang anak kecil, nemu HPS S5 dijalan terus dia bilang ke bapaknya Pak.. ini HP ada dengan sndirinya ga ada yg menciptakan, HP ini sebelumnya ada sekumpulan partikel tak berbentuk yg terus menerus mengalami pergesekan hingga akhirnya ber evolusi menjadi HPS S5 sprti ini… kkkkkk Bapaknya ngakak denger penjelasan anaknya.. kemdian si bapak kasih tau, ya.. gak mungkin lah nak HP ini dibuat di pabrik Samsung tuh di sebelah sono di sudut negri tirai bambu.. tapi si anak tetap aja ngotot bahwa HP itu terjadi dengan sndrinya tanpa ada yang menciptakan tanpa ada yg menggerakan tanpa ada triger apapun sehingga dia terbentuk menjadi HP, tuing tuing gitu tiba2 setelah ber evolusi ribuan tahun jadilah Hp samsung.
setelah hampir ratusan juta tahun dan di jaman yg katanya sangat canggih ini, para ilmuan hanya baru bisa meniru gerakan ujung jari manusia dan itupun gerakannya masih belum bisa mulus… maka sungguh mustahil seekor semut yang gerakannya begitu sempurna terajdi hanya dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Betapa dangkal otak manusia dan betapa besar khazanah ilmu sang maha Pencipta, yg diperintahkan adalah merenungi ayat2nya dan mentadaburi pelajaran yg didapat darinya bukan memikirkan tentang Dia, karena mustahil Robot akan mampu membuat yang menciptakannya…
Awak thu,main bola kena ada peraturan,,bru pemain boleh main dgn betul,,manusia jugak perlu ada peraturan,bru berada pada tempat yg betul,,fikirknlh
makasih gan
Saya bengong mau komentar apa abis baca ini trus ketemu satu kalimat yang cocok . ” Saya Sama denganmu atas semua pemikiran itu “
Kau terlalu mengejar kesenangan dunia…. Apakah kau tidak berpikir bagaimana jadinya dirimu bila tiada nanti di dunia ini?
dari sejak kecil pemikiran saya juga seperti itu, mungkin hampir setiap orang juga mengalaminya. namanya juga kita ingin mencari kebenaran sejati.
Kalau kita membahas agama mana yang benar, pada intinya agama mengajarkan untuk berbuat baik dan menghindari dari perbuatan jahat. cukup sederhana kan? dalam kitab manapun juga intinya diajarkan seperti itu. selanjutnya tergantung dari perbuatan manusia itu sendiri. adapun tata caranya masing-masing umat beragama, bahwa kita harus yakin bahwa Tuhan tidak hanya membuka satu jalan saja untuk beribadah kepadanya.
kalau mengenal Tuhan itu suatu pencapaian keilmuan yang sudah tinggi. Kita saja tidak tahu level berapa kita dalam ilmu mengenal Tuhan. Sedangkan Tuhan itu tidak pernah ada dalam pikiran, sejauh mana kita berfikir itu semua hanyalah makhluk (bhs. arab:yg diciptakan). tentu saja Sang Maha Pencipta tidak akan tersirat dalam pikiran manusia.
Agama yang benar itu agama yang logis
aq salut melihat kemauan saudara utk brjuang memahami hdup ne..
mmang bnyak hal yg telah d salah pahami oleh kami dari kaum agamais dalam memahami Tuhan..
dan Tuhan sering kami jadi kan alasan dalam sgala sesuatu ny.. baik dalam keberuntungan maupun dalam musibah.. sehingga bnyak d antara kami yg trjebak utk memahami pa yg trjadi dlam hdup ne adalah sebuah keharusan yg telah trsusun..
dan bnyak lagi hal2 yg bsa kita jadi kan pertimbangan dalam menerima eksistensi Tuhan dalam hidup kita..
klo aq boleh tau,
apakah kalian percaya dgan keberuntungan?
apakah yg kalian pikir kan di saat kalian senang?
dan apakah da manusia yg trhebat dalam kehidupan ne?
when prayers are unanswered… saya menjadi ragu
Anda adalah seorang yang cerdas, dan anda seperti cerita ustad Felix Shauw yang memiliki kegamangan dengan tuhan dari kecil dan atheis jg seperti anda, sampai akhirnya dia dititik ingin mengetahui Agama Islam dengan mempelajari Al Quran, dan dy alhamdulillah percaya sosok Tuhan itu ada yaitu Allah SWT Tuhan yang Maha Esa. Semoga Anda diberi Hidayah seperti hal nya ustad Felix Shauw.. Amien Ya Rabballamien
Wah anda sombong for ngan atheis menafikan Hal kecil mengandalkan sekepal otak apakahkalau anda diberi penyakit kanker gagall ginja l stroke apakah itukesialan anda coba di ingat besok kalau cobaan Itu sayang mengadu kesiapa otak kecil yg menuhankan logika sampean tidur aja nggak sadar kok
Bayangkan kita berdua sedang berjalan2 di play over kota yang megah dengan bangunan2 tingginya ,, saat itu di sore hari selepas pulang kerja , sambil ngobrol .. “Indah sekali ya kota ini , dengan bangunan2 indah ini ,, hebat betul yg membuat bangunan ini” .. Lalu aku menjawab ,, “gedung itu tidak ada yg membuatnya , tapi ada begitu saja , tanpa ada yg menciptakannya gedung2 itu berdiri sendiri” … Dan kau menjawab ,, ———- .. Aku pun berkata , itu hanya gedung , lihat alam ini , betapa indahnya , dilangit ada bintang , di bumi ada pegunungan ,,, pernahkah kau terbesit untuk bertanya siapa arsitek alam ini ….
Bener lho, sampai sekarang saya pun masih bertanya ‘siapa yang menciptakan Tuhan’? But after all, belum ada yang bisa menjawabnya kan, karena apa, karena sebenarnya manusia sekelas Leonardo Da Vinci, atau bahkan lebih jenius dari itu tidak mampu, dan saya perkirakan tidak akan mampu menjawabnya!
Jika Anda mengatakan bahwa Tuhan itu delusi, Tuhan itu omong kosong, dan Anda lebih mengangungkan sains, jujur saja jangan malu kalau sebenarnya sains sekali pun masih punya titik jenuh (red: pendapat Hawking tentang alam semesta yang terbentuk dari atom gravitasi). Titik jenuh kenapa, karena akal manusia tidak sampai! Sebenarnya manusia itu bodoh!
Yup, dalam pendapat Hawking itu, ia menjawab pertanyaan ‘lantas darimana atom gravitasi berasal’ dengan jawaban yang sinting dan menjatuhkan argumennya sendiri yaitu ‘atom gravitasi berada dengan sendirinya’! Bah! Begitu omong kosongnya! Ada dengan sendirinya, cih?? Mereka para ilmuwan Atheis sama saja dengan para theis. ADA DENGAN SENDIRINYA??? Hahaha, bukannya jawaban itu juga tidak logis?
Nah! Itu kan buktinya kalau manusia punya keterbatasan dalam akalnya!
Ada begitu banyak hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal sehat manusia di dunia ini, termasuk pertanyaan ‘siapa yang menciptakan Tuhan’. Tapi kebenaran itu ada (red: Al-Quran), di dalamnya memuat banyak sekali hal yang bahkan bisa dijelaskan secara logis oleh sains, dan manusia dengan akalnya yang tak seberapa itu masih mampu mencerna kebenaran-kebenaran itu, dan jika manusia sudah percaya dengan adanya kebenaran ia pasti akan sadar kalau di dunia ini ada yang lebih unggul daripada manusia yang tak tahu banyak hal. Dialah yang Maha Mengerti. Dan jika dianalogiskan dengan kehidupan manusia sendiri, ‘sesuatu’ yang dianggap lebih, begitu melebihi diri manusia adalah ‘sesuatu yang agung’. Yang disebut sebagai TUHAN.
segala sesuatu yang dapat dibuktikan dan dilihat oleh fakta ilmiah maka saya secara pribadi percaya,sekalipun saya belum pernah melihat otak tapi saya percaya otak itu ada,karena sebelumnya sudah ada penelitian,bedah otak,dan fakta2 tentang otak dan bahwa memang otak itu ada. tapi tentang tuhan? siapa yang pernah membutikan tuhan itu ada? seperti apa bentuknya? darimana asalnya? dan bagaimana dia bisa ada? terbentuk dari apa?. Apakah benar agama dan Tuhan dapat menjadikan manusia lebih beradab dan lebih baik? sepertinya tidak sepenuhnya benar. Agama dan Tuhan justru menjadi inspirasi kejahatan kemanusian,sebut saja Inqusisi Spanyol yang dibentuk Gereja Khatolik Roma beberapa abda lalu untuk membasmi,memancung orang2 yang dianggap berbeda dan menyimpang dari doktrin gereja. yang terbaru adala ISIS organisasi teroris yang kejam nan biadab dan lagi terinspirasi dari teks2 kitab suci dan seolah2 membela tuhan dan agama.Konyol!. apakah Atheist hidupnya bermoral? pada dasarnya setiap manusia memilki nilai2 moral terlepas dari dia religius atau atheis,jika seorang beragama dan bertuhan mendasarkan nilai2 moralnya pada kitab suci dan tuhan,maka seorang atheis mendasarkan moralnya kepada hukum positif,hukum negara,standar adat istiadat dan yang pastinya hati nurani. saya pernah membaca tulisan di lama ini yang berbunyi kira2 begini ” Atheis jauh lebih ikhlas dalam berbuat baik karena tanpa di iming2ngi surga dan pahala,kami berbuat baik bukan karena mengharapkan surga tapi karena memang perbuatan baik layak saya lakukan,dan saya tidak berbuat jahat karena memang perbuatan jahat tidak layak saya lakukan!”
saya baru empat tahun benar2 menyatakan diri atheis,sepenuhnya tidak percaya tuhan,agama dan kitab suci,di usia saya yang kesembilan belas baru tahap agnostik dan sekarang di usia 23 saya atheis,saya lebih bahagia tidak lagi tunduk kepada mitos dan dongeng buaian dan bualan tentang surga dan neraka.
melihat dunia apa adanya itu jauh lebih bahagia!.
Ryan Atisha S.
Apakah sama orang yang tahu dengan yang tidak tahu?
“Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?”
Anda pasti cerdas. Tulisan anda bagus.
Saran saya anda kaji semua agama selain yang anda pelajari sebelumnya, terus ambil kembali kesimpulan. Saya yakin akan ada sesuatu perubahan pada anda!
Bagi anda yg tidak percaya adanya Allah YME.
Karna anda terlalu banyak menggunakan LOGIKA yg notabenenya kerja (OTAK KIRI) sedangkan tuhan bisa dirasa melalui hati nurani (otak kanan).
Coba sedikitlah mengasah otak kanan anda..
Kadang hal indah tidaklah perlu pemikiran logika.
Tapi dia dirasakan lewat hati nurani
Ikutilah
Suara2 kebaikan hati kecilmu karrna itu bersumber dari Dia Maha Awal dan Maha Akhir.
Semoga anda mendapat petunjuk pencerahan dari Nya.
Semoga hati nurani anda dibukakan olehNya. Aamiin ya Rab.
and that’s why we called it faith. walaupun seluruh argumen kita keluarkan untuk membuktikan keberadaan Tuhan, apabila di hati tidak ada keyanikan, the atheist still walk with they unfaithful heart.
Manusia itu otaknya terbatas,dan suka ingin melampaui batas ibarat program komputer jika dimasuki yang melebihi kapsitas RAM nya akan Ngehang
Sebenarnya logika nya sederhana. Ada pencipta ada ciptaan. Sudah titik sampai disitu limit dan aturannya pencipta nya tuhan yang diciptakannya makhluk termasuk manusia titik. Jangan ada Looping atau pengulangan logika yang sama karena akan menciptakan logika yang salah dan terjadi pengulangan yang terus menerus tanpa henti.jika terus melakukan pengulangan dengan berpikir seperti siapa yang menciptakan tuhan 1 ? Tuhan 2 terus Nanti akan ada lagi siapa yang menciptakan tuhan 2 ? Tuhan 3, jika di ulang2 akan seperti itu tanpa henti dan tidak ada ujung nya akan erorr logika yang anda pakai.
Masalahnya kebanyakan dari kita tidak mau menerima konsep limit atau aturan dan batasan dari logika yang dipakai jadi pengennya terus di ulang ulang ujungnya erorr dan gila
Jadi harus ada batasan pemikiran.atau dosis ambang batas karena secara logis pun dalam segala hal baik itu sains atau apapun akan ada aturan batas atau dosis agar sebuah teori logika berjalan dengan benar contoh obat jika tidak ada dosis atau ambang batas yang tepat malah akan menjadi racun. begitu juga dalam berpikir jika mau menerima konsep dosis dan batas logika maka akan erorr
dimana anda bisa temukan itu di alquran, atheis kan katanya terbuka sudah pelajari alquran semuanya atau belum ? Coba deh
Coba pikirkan kemungkinan terciptanya 1 asam amino (monomer pembentuk kehidupan) itu 1 banding 10²⁴³.
Sedangkan menurut sains kemungkinan 1 banding 10² aja udh mustahil. Berarti ada prima causa ( Tuhan di balik kehidupan ini)